Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo
Tulisan ini sedikit berbeda dgn tulisan-tulisan sebelumnya (yang biasanya erat dgn Ilmu Telematika, Multimedia, AI & OCB, sesuai kompetensi selama ini) namun kali ini memang berdasarkan Pengalaman Empiris Pribadi, selaku Mantan Anggota DPR-RI yang sempat menjabat selama 2 Periode / 10 tahun (mulai 2009 sd 2019). Jadi semua yang ditulis disini adalah Fakta yang tidak perlu diragukan kebenarannya.
Diawali tahun 2004, ketika status sama dengan sekarang (Pemerhati Telematika & Multimedia Independen, saat itu belum merambah AI & OCB), Saya bersama 3 Penggiat IT & Media: I Made Wiryana, Boediono Darsono & Heru Nugroho mendapat kepercayaan utk merancang & membangun Situs Web Kepresidenan Pertama di Indonesia, yakni www.presidensby.info
Karena situasi & Kondisi saat tersebut mendorong perlunya mengawal UU ITE (Informasi & Transaksi Elektronik) No 11/2008 yang ikut terlibat dalam Perumusan dan Perancangannya, maka Posisi di Komisi 1 DPR-Ri yg membidangi Kominfo, Pertahanan, Intelijen & Luar Negeri menjadi target Profesi selanjutnya.
Proses standarpun diikuti, mulai dari menjadi Anggota Parpol th 2005, Proses Kaderisasi internal di Partai tsersebut serta mendaftar Caleg DPR-RI utk Pemilu 2009. Alhamdulillah situasi saat itu masih sangat obyektif, sangat jauh dari kondisi saat ini yang sangat pragmatis. Sejujurnya bahkan tidak perlu membeli suara dari Rakyat sama sekali, karena mereka masih benar-benar melihat Kapasitas dan Kapabilitas Calon-calonnya, bukan sekedar Isi Tas seperti sekarang.
Jadi biaya Kampanye benar-benar hanya untuk Publikasi Luar ruang, itupun dulu hanya dipilih Billboard / Baliho dan Spanduk saja, tidak mencetak RoundTag / Poster. Bahkan space tempat penempatan Billboard / Baliho tersebut banyak yang disumbangkan dari Lokasi-lokasi milik Iklan Komersial, meski hanya dalam waktu terbatas (2 minggu sampai dengan maksimal sebulan), namun cara itu sudah cukup untuk proses sosialisasi Nama, Nomor Urut dan Tanda Gambar Partai yang menjadi Kendaraan Politiknya.
Alhamdulillah, benar-benar tanpa money politics Rp 1,-pun terpilih menjadi Caleg dgn Suara Terbanyak se Dapil DIY utk semua Parpol dgn perolehan final 91rb lebih. Angka 91 ribu ini pun sebenarnya sudah dikurangi dari aslinya 140 ribu lebih diperhitungan awal, karena pertamanya dihitung sudah mencapai angka 140 ribu tsb, namun hari demi hati mengalami penyusutan hingga angka final terakhir 91 ribu, itupun masih Suara Terbanyak.
Terus terang saat Pemilu 2009 tersebut saya tidak pernah ambil pusing soal kehilangan suara hampir 50rb tsb, namun saat Pemilu 2014 berlangsung, dimana posisi saya sempat digeser oleh Caleg lain, ironisnya ybs dulu sempat menggantikan saya (selaku PAW / Pergantian Antar Waktu) saat tahun 2013-2014 Tugas dan Jabatan lain harus diemban selaku Menteri Pemuda & OR. Disinilah mulai concern bagaimana Modus “pencurian” dan pemindahan suara ini mulai ditelaah.
Harus diakui pemindahan suara itu tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya kerjasama antara Oknum Caleg, Oknum Saksi (juga Oknum Partai) Yang bersangkutan dengan Oknum penyenggara Pemilu, dalam hal ini KPUD. Karena saat di TPS awal semua hasil masih murni berdasarkan Surat suara, namun ketika dipindahkan / ditulis dalam Form C1-Plano (sekarang C-Hasil) itulah, proses Transaksional terjadi. Ketika Oknum Saksi sudah “dibeli” dan Oknum KPUD sudah “dibayar”, maka Fulus membuatnya mulus.
Caleg dimungkinkan utk memindahkan Suara Caleg lain (bisa sesama Partai, dgn bantuan Oknum Saksi) atau Lintas Partai dgn bantuan Oknum KPUD tsb. Pemindahannya pun bisa secara diam2 alias mencuri atau memang transaksional (sepengetahuan Caleg lain yg bersedia dibeli suaranya), maka disini dikenal istilah NPWP (Nomor Piro Wani Piro = Nomor Berapa Berani -bayar- Berapa).
Alhasil dgn cara2 kotor dan curang tsb saya sempat gagal langsung duduk di Senayan th 2014, karena secara curang perolehan suara telah “dipindahkan” ke Caleg lain yg ironisnya dulu Ybs yg dibantu masuk DPR melalui proses mekanisme PAW, meski ada Caleg lain yg sebenarnya lebih berhak karena Yang bersangkutan sempat sudah mundur dari Partai, namun karena mendengar akan ada PAW kemudian “masuk” lagi diam diam (mirip2 data di Server KPU di Cloud Alibaba Singapore yg diam2 juga dipindahkan kembali ke Indonesia).
Namun “Gusti Allah SWT memang Tidak Sare”, kalimat yang sering diucapkan saat itu benar2 terjadi. Saya kembali bisa menjadi Anggita DPR-RI kembali di th 2016 sampai selesai tahun 2019 setelah yg sempat mencuri suara dan berlaku curang sebelumnya dipecat dari Partai karena terbukti Wanprestasi dan melanggar Aturan di DPR. Namun apa2 yang pernah dilakukannya tersebut ternyata sekarang menjadi Modus yang sering terjadi bahkan banyak diambil oleh Caleg sebagai ” Jalan Pintas”, daripada Repot dan Capek sosialisasi mereka hanya perlu kerjasama dengan Oknum Saksi dan KPUD tersebut untuk “nebas” (= memotong langkah) di ujung saat perhitungan suara.
Oleh karenanya apa yang dilaporkan di Pemilu 2024 sekarang bahwa terjadi perpindahan suara Partai tertentu memang sangat dimungkinkan adanya. Dalam pemberitaan di media mainstream (bukan abal2) tercatat setidaknya di TPS 004 Bulakan Cibeber, Cilegon Banten. Dari data SIREKAP, suara PSI tertulis punya 69 suara, sedangkan suara tidak sah 1. Namun jika dilihat dari foto C-Hasil yang diunggah di SIREKAP kondisi berbeda terlihat. Dalam foto C.Hasil suara PSI faktanya tertulis 1 suara, sedangkan suara tidak sah 69.
Fakta kedua terjadi di TPS 009, Bendoharjo, Gabus, Gerobogan, Jateng. Suara PSI dalam sistem SIREKAP KPU tertulis 50 suara. Lalu, suara tidak sah 2. Namun setelah ditelusuri di foto C-Hasil, suara PSI faktanya tertera 2 suara, sedangkan suara tidak sah di foto C.Hasil mencapai 50 suara. Aneh? Tidak kalau melihat fakta empirik yang pernah dialami semenjak tahun 2009/2014 diatas. Waktu itu baru antar Caleg sesama Partai, kini Modusnya sudah berkembang ke Transaksional Lintas Partai bahkan mengambil Suara Tidak Sah yang sebelumnya tidak dimanfaatkan / akan dimusnahkan.
Kesimpulannya, Modus Pencurian & Penggelembungan Suara sebagaimana yg banyak dilaporkan sekarang ini memang Fakta dan sudah menjadi Modus yg banyak dilakukan oleh Oknum Caleg, Oknum Saksi, Oknum Partai dan Oknum Penyelenggara Pemilu, bahkan semakin nekad, vulgar dan masif. Apalagi “didukung” oleh SIREKAP IT KPU yang amburadul, di mana seharusnya bisa menjadi Alat kontrol perhitungan namun malah menjadi salahsatu Faktor pembuat kekacauan Pemilu 2024 ini. At last but not least, Akankah masyarakat yang masih waras tetap tinggal diam melihat semua kecurangan ini …?
Dr. KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB – Selaku Mantan Anggota DPR-RI 2 Periode, 2009-2019