Mimika, Mambruks.com-Pengurus Komisariat Federasi Pertambangan dan Energi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia di PT Freeport Indonesia (PK FPE KSBSI PTFI), menyampaikan 6 tuntutan pada saat peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 1 Mei 2023.
Melalui keterangan pers yang diterima Mambruks.com, Ketua PK FPE KSBSI PT FI Makmeser Oridek Kafiar menegaskan bahwa SBSI di PTFI melalui bidang organisasi telah menetapkan peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) sebagai salah satu program kerja organisasi yang dilakasanakan secara rutin setiap tahun. Yakni untuk menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi anggota, secara khusus dan karyawan pada umumnya di perusahaan.
Makmeser menegaskan, 6 tuntutan yang disampaikan merupakan hasil kajian dari beberapa keluhan dan aspirasi penting karyawan dalam lingkungan kerja PT Freeport Indonesia yang disampaikan pada awal tahun 2022.
“Namun karena sebagian besar belum dijawab oleh manajemen sesuai harapan Pekerja/Buruh sehingga kami memandang penting untuk menyuarakan aspirasi ini di depan publik agar para pihak terkait dapat membantu menentukan solusi atau jawaban terhadap berbagai aspirasi Pekerja/Buruh di lingkungan kerja PT Feeport Indonesia,” tegasnya.
Ada pun 6 poin aspirasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
Pertama, kebutuhan karyawan tentang normalisasi pelayanan Bis SDO seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. Pandemi ini telah teratasi dengan baik di jobsite perusahaan berkat kerja sama intensif antara pekerja/buruh dengan manajemen dalam menerapkan strategi pencegahan penyebaran Covid-19.
Untuk membahas dan menentukan strategi pencegahan penyebaran Covid-19, manajemen selalu melibatkan Serikat Pekerja/Serikat Buruh tetapi setelah situasi sudah normal, manajemen terkesan mengabaikan keluhan dan aspirasi pekerja/buruh terkait dengan mengembalikan pelayanan Bis SDO normal seperti sebulum Covid-19.
Pihak manajemen selalu beralasan bahwa faktor keamanan di jalan yang dilalui Bis SDO dari dataran tinggi (highland) ke dataran rendah (lowland) dan produksi serta displin kerja pekerja/buruh yang menjadi pertimbangan utama. Sementara persepsi pekerja/buruh lebih mengutamakan kebutuhan kualitas hidup bersama keluarga (quality of life) harus dijamin dengan baik oleh perusahaan bersama pemerintah dan pihak terkait lainnya sebab sebagi aset terpenting perusahaan. Mereka telah bekerja menjalankan operasional perusahaan dan mencapai target produktivitas PTFI 2022 dengan baik.
Kemudian soal disiplin kerja, penerapan kebijakan perusahaan mengenai ODS otomatis telah memberikan pengaruh postif terhadap peningkatan disiplin kerja, terutama bagi karyawan Divisi Mine Underground.
Sedangkan faktor keamanan, pekerja/buruh berharap pihak keamanan dapat menjamin perjalanan Bis SDO dari dataran tinggi ke dataran rendah mulai boarding jam 18:00 WIT. Karena mereka telah bekerja memberikan kontiribusi sangat besar kepada perusahaan dan pemerintah, yaitu dengan tercapainya target produksi perusahaan pasti menghasilkan deviden perusahaan kemudian perusahaan membiayai kewajibannya kepada pemegang saham, pemerintah dan stakeholder lainnya, seperti membiayai program CSR dan lain sebagainya.
Selain itu, secara pribadi setiap pekerja/buruh juga wajib membayar pajak kepada Negara setiap bulan. Banyangkan nilai pajak dari sekita 27000 orang karyawan di lingkungan kerja PT Freeport Indonesi setiap bulan sangat besar nilainya kepada Negara tentu menambah nilai kas APBN. Karena itu, negara melalui TNI/Polri seharusnya ikut secara langsung menjamin keamanan mobilisasi karyawan menggunakan Bis SDO.
Aspek lain yang tidak kalah penting adalah, semakin banyak Pekerja/Buruh melakukan perjalanan ke Kota Timika pasti akan memberikan dampak postif terhadap pertumbuhan ekonomi Kab. Mimika karena meningkatkan pembelian/belanja barang dan jasa setiap
minggu, misalnya.
Kedua, menolak Undang-Undang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan beserta peraturan turunannya yang menurunkan nilai kompensasi dan benefit karyawan yang sudah baik diterapkan dalam kebijakan perusahaan maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) selama ini. Menciptaka PKB tanpa Undang-Undang Cipta Kerja karena PT Freeport Indonesia bukan perusahaan UKM tetapi perusahaan pertambangan terbesar kelas dunia yang mampu meningkatkan kesejahteraan karyawannya sebagai aset vital atau aset terpeniting perusahaan.
Ketiga, menolak diskriminasi, kriminalisasi dan intimidasi serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap pekerja/buruh, terutama pekerja/buruh orang asli Papua sebab perusahaan dan para pihak terkait seharusnya menghindari PHK sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi pekerja/buruh terhadap perusahaan dengan mengedepankan upaya-upaya pembinaan yang sesuai, agar tidak menambah angka pengangguran di Kabupaten Mimika.
Hal ini penting menjadi perhatian bersama karena jumlah kasus industial dan PHK pekerja/buruh terus meningkat, terutama Pekerja/Buruh orang asli Papua. Perusahaan dan pemerintah seharusnya melindungi dan/atau mempertahankan pekerja/buruh orang asli Papua berdasarkan regulasi pemerintah tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua.
Keempat, meminta PT Freeport Indonesia tetap berkomitmen dan konsisten melanjutkan program bantuan perumahan (HOPE) bagi karyawan sesuai dengan kesepakatan dalam PKB yang berlaku. Segala persoalan yang timbul diharapkan segera diselesaikan dengan baik agar tidak merugikan karyawan penghuni HOPE, karyawan yang akan berpartisipasi mengambil HOPE, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Developer.
Kelima, meminta kepada Pj. Gubernur Papua Tengah berkoordinasi dengan lembaga terkait lainnya membuat PERDASI dan PERDASUS tentang proteksi tenaga kerja orang asli Papua di wilayah Provinsi Papua Tengah.
Meminta Kepala Daerah Kabupaten Mimika melalui instansi terkait berkoordinasi dengan DPRD setempat membuat sebuah PERDA yang mengawasi dan menertibkan kegiatan usaha perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah tersebut.
Hal-hal yang harus ditertibkan meliputi: Kantor perusahaan harus berkedudukan di Kabupaten Mimika, Upah Pokok Karyawan tidak di bawah UMK Kabupaten Mimika, Perekrutan Pekerja/Buruh harus memprioritaskan Tenaga Kerja orang asli Papua dan Non-Papua yang lahir besar/sudah lama berada di Papua serta hak dan kewajiban, dan juga syarat kerja yang memihak kepada Tenaga Kerja orang asli Papua.
Meminta Kepala Daerah Kabupaten Mimika melalui instansi terkait berkoordinasi dengan DPRD setempat membuat sebuah PERDA yang mengawasi dan menertibkan kegiatan usaha perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah tersebut.
Keenam- Meminta Kepada Pj Gubernur Propinsi Papua Tengah menempatkan kantor Pengadilan Perselisilhan Hubungan industrial di Timika sebagai kabupaten Industri dengan jumlah tenaga kerja tertinggi di propinsi Papua Tengah.
“Kami sangat mengharapkan Pemerintah Daerah Kab. Mimika segera membantu memfasilitasi pertemuan dan diskusi formal antara Pimpinan Perusahaan dengan Pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk mencari solusi terbaik atas semua aspirasi Pekerja/Buruh tersebut di atas,” pungkas Makmeser.