ScoopNatalius Pigai Sebut Penerapan Darurat Sipil Perburuk Situasi di Papua

Natalius Pigai Sebut Penerapan Darurat Sipil Perburuk Situasi di Papua

Must read

Jakarta, Mambruks.com-Aktivis kemanusiaan asal Papua, Natalius Pigai, menolak keras wacana penerapan darurat sipil di Papua. Menurutnya, darurat sipil dinilai hanya akan memperburuk situasi yang terjadi di Bumi Cenderawasih.

Wacana Darurat Sipil ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI Bidang Politik dan Keamanan, Lodewijk Paulus, pasca pembajakan pesawat Susi Air PK-BVY dengan rute perintis Timika Paro oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua di Nduga pada Selasa lalu (7/2).

KKB pimpinan Egianus Kogoya mengklaim menculik dan menyandera pilot beserta penumpang pesawat.

“Saya menolak keadaan Papua Darurat Sipil, karena akan mengancam rakyat sipil. Tanpa Darurat Sipil saja rakyat ditangkap, disiksa, dan dibunuh tiap saat,” ujar Natalius Pigai seperti dikutip dari akun Twitternya, Senin (13/2).

Baca Juga: Kontras Kritik Keras Lodewijk Paulus Sebut Papua Darurat Sipil

Ketimbang menerapkan kebijakan darurat sipil, Pigai menyarankan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Papua melalui proses demokrasi.

“Selesaikan saja masalah Papua melalui proses demokrasi yakni Dialog Damai,” tegasnya.

Sebelumnya, Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti mempertanyakan dasar pernyataan Wakil DPR Lodewijk Paulus yang menyebut situasi Papua sedang dalam status darurat sipil. Pangkalnya, hingga saat ini, belum ada keputusan resmi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait status operasi keamanan di Papua.

Selain itu, menurut Kontras penyelesaian masalah dengan pendekatan keamanan, seperti darurat sipil tidak akan dapat menyelesaikan konflik yang selama ini terjadi di Papua.

“Kami menilai, pernyataan tersebut sangatlah berbahaya, sebab dapat memicu eskalasi kekerasan dan dapat memperparah situasi kemanusiaan di Papua,” kata Fatia dalam keterangannya, Minggu (12/2).

Baca Juga: Kontras Kritik Keras Lodewijk Paulus Sebut Papua Darurat Sipil

Fatia khawatir pernyataan Lodewijk tersebut dijadikan pembenaran oleh aparat keamanan untuk melakukan tindakan yang berlebihan dan sewenang-wenang. Alasannya, melalui kebijakan darurat sipil negara memiliki wewenang yang begitu besar dan berpotensi terjadi adanya pelanggaran hak asasi manusia.

Baca Juga  Mendagri: Bukan Sekadar Delegasikan Kewenangan, Otonomi Daerah Beri Ruang Pemda Kelola Potensi yang Dimiliki

“Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pejabat negara untuk tidak reaktif menyikapi situasi konflik yang sedang terjadi,” katanya.

Fatia menjelaskan, apabila merujuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, dengan adanya kebijakan darurat sipil pemerintah dapat melarang atau membatasi pengiriman berita atau percakapan melalui telepon maupun radio, menggeledah tempat-tempat di luar kehendak pemilik hingga dapat mengontrol semua akses informasi seperti penyebaran tulisan/gambar dan penerbitan.

Wewenang pemerintah yang besar tersebut, kata dia, tentunya akan dapat menimbulkan persoalan baru dan warga sipil yang tidak bertikai dapat menjadi korban.

 

Anda dapat membaca berbagai berita-berita teraktual kami di platform Google News.

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest