ScoopMenapak Jejak Iman Jemaat GKI Tehupa Skouw Sae di Usia 83 Tahun

Menapak Jejak Iman Jemaat GKI Tehupa Skouw Sae di Usia 83 Tahun

Must read

Jayapura, Mambruks.com — Laut tampak bergelombang di siang itu. Ombak memecah sunyi. Hari itu pantai yang terletak di tepi Kampung Skouw Sae, Distrik Muara Tami, tiba-tiba dipadati puluhan remaja.

Mereka mendekati sebuah perahu yang sedang merapat ke bibir pantai. Tiga lelaki turun dari perahu. Sebagian orang menerima kehadiran tiga lelaki asing itu dengan bahasa setempat. Ramah. Tetapi sebagian lagi menolaknya, mengusir bahkan mengancam tiga lelaki itu dengan alat perang di tangan.

Keadaan berubah ketika salah seorang kelompok penolak tiba-tiba jatuh tersungkur di tanah dan meninggal. Sejak itulah, ketiga lelaki asing yang adalah penginjil, diterima masyarakat Skouw Sae. Orang-orang menerima Injil dan dibaptis. Kini, obor Injil itu terus menyala hingga di usia 83 tahun.

Itulah fragmen singkat yang diperankan oleh Persekutuan Anak dan Remaja GKI Jemaat Tehupa Skouw Sae. Hari ini, 5 Mei 2023, jemaat GKI setempat merayakan 83 tahun Injil masuk Skouw Sae di Distrik Muara Tami. Mengenang kehadiran tiga Penginjil yang dipimpin Pdt. Noach Kabei yang tiba pada 5 Mei 1940.

Bertepatan dengan HUT ke-83 masuknya Injil, dilakukan juga peresmian dan pentahbisan Gedung Gereja GKI Jemaat Tehupa Skouw Sae dihadiri Penjabat Walikota Dr. Frans Pekey, M.Si dan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Andrikus Mofu, M.Th, mantan Walikota Jayapura Dr. Benhur Tomi Mano bersama Ibu Kristien L. Mano, dan Ketua Klasis GKI Muara Tami Pdt. Abraham Mayor, S.Si,Teol, dan anak dari penginjil Noach Kabei yaitu John Kabei bersama keluarganya.

Berdasarkan sejarah GKI Di Tanah Papua dalam buku yang berjudul Dengarlah Ottow Berbicara yang ditulis oleh Z. rumere dan J.F.Qnim, mencatat bahwa Injil masuk dipesisir pantai Skouw pada tahun 1914, yaitu 4 tahun sesudah Injil masuk dipulau Metudebi.

Baca Juga  Tak Diundang ke Istana, Surya Paloh Cari Waktu Bertemu Jokowi

Penatua Septinus Nally menjelaskan, pekabaran Injil di pesisir pantai Skouw lebih tepatnya di kampung Skouw Yambe dibawah oleh J.A. Nanuleta, seorang utusan yang diutus oleh Van Haselt. Selama 26 tahun kemudian, tepatnya 5 Mei 1940 Injil menyebar dan masuk di kampung Skouw Sae yang dibawah oleh Penginjil Noach Kabei.

“Suatu hal yang aneh bahwa dalam jarak tempuh dengan berjalan kaki antarkampung hanya memakan waktu 50 menit saja, namun begitu lambatnya orang Skouw menerima Injil. Jadi dapat dikatakan bahwa proses Pekabaran Injil di kampung Skouw Sae menuntut suatu ketenangan dan ketabahan untuk menunggu dalam waktu yang cukup panjang dalam suatu proses yang berjalan secara perlahan-lahan tetapi pasti,” kata Septinus.

Menurut Septinus, nama Tehupa Bamé yang menjadi nama Jemaat GKI di Skouw Sae adalah nama asli yang diangkat dan diwariskan oleh para leluhur kepada anak-anak cucu penduduk sampai saat ini.

“Arti nama Tehupa diangkat dari tiga kata, yaitu kata TE yang menunjuk kepada manusia, kata HU yang menunjuk kepada sebatang pohon sagu, dan PA yang menunjuk kepada satu ikatan yang tidak dapat dipisahkan,” bilangnya.

Jadi secara harafiah, Tehupa berarti sama dengan satu pohon sagu yang ditanam dan bertumbuh sehingga menghasilkan tunas baru. Akhirnya menjadi serumpun sagu yang besar dan kokoh dan nama inilah yang kemudian dipakai menjadi nama jemaat di kampung Skouw Sae saat ini. Warga yang mendiami kampung Skouw Sae terdiri dari empat suku, yaitu suku Nally, suku Retta, suku Muttang dan suku Lomo.

Gereja Diresmikan dan Ditahbiskan
Usai fragmen singkat, Ketua Sinode GKI dan jajaran pengurus GKI bersama Penjabat Walikota dan seluruh jemaat yang hadir dengan diiringi suling tambur nan merdu, berarakan dari pantai menuju gedung gereja lama berdinding kayu.

Baca Juga  Tokoh Agama di Papua Harapkan Muktamar III Hasilkan Kemaslahatan Umat

Gedung gereja lama itu memang sudah tampak tua dan lapuk. Letakknya tepat di seberang jalan dari gedung gereja baru yang hendak diresmikan. Kata salah seorang jemaat setempat, usia bangunan gereja ini sudah 15 tahun dan dibangun secara swadaya oleh jemaat.

Sekitar 30 menit, ibadah pun digelar dipimpin Ketua Jemaat GKI Tehupa, Pdt. Melisa Takasengserang. Dilanjutkan dengan perarakan menuju Gedung Gereja yang baru.

Penjabat Walikota Frans Pekey pun didapuk meresmikan gedung gereja baru ditandai dengan pengguntingan pita dan penandatangan prasasti bersama Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus Mofu. Dilanjutkan dengan pentahbisan gereja dipimpin Pdt. Andrikus Mofu disusul pembukaan gedung gereja dan ibadah bersama.

Wakil Ketua I Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Hizkia Rollo, S.Th yang memimpin ibadah pentahbisan gereja itu dalam khotbahnya mengatakan, proses pembangunan gereja ini memang sangat lama. Dimana dirinya pada 26 Oktober 2007 selaku Sekretaris Sinode juga dipercayakan memimpin ibadah saat melakukan peletakan batu pertama.

“Ada pro kontra, tantangan dan hambatan yang terjadi itu adalah hal yang wajar. Dan hari ini, saya juga yang memimpin ibadah peresmian gedung gereja ini. Karena Tuhan itu maha baik, Dia senantiasa mendukung dan membangun Bait Allah. Allah melakukan apapun yang tidak bisa dilakukan manusia,” kata Pdt. Hizkia.

Menurut Pdt. Hizkia, sejarah gereja mencatat bahwa jemaat GKI Tehupa menerima kabar Injil dari Pdt. Noach Kabei pada 5 Mei 1940 yang mendarat di pantai Skouw Sae. Dalam proses itu, tepat hari ini di usia 83 tahun, jemaat terus bertumbuh dan berkembang dalam iman.

“Bangunan Rumah Tuhan ini sangat indah dari sisi arsitekturnya. Semua orang yang lewat di jalan ini pasti tercengang melihatnya. Karena itu, jadikanlah Bait Allah ini untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembangunan, Tuhan akan mengembalikan berkat berlipat-lipat ganda bagi bapak ibu yang sudah menyumbang,” ujar Hizkia.

Baca Juga  Registrasi Sosial Ekonomi Menuju Satu Data Untuk Provinsi Papua 

Ia berharap, dengan adanya bangunan gereja ini, jemaat GKI Tehupa selalu datang untuk aktif beribadah, bukan sebaliknya. Sebab ini adalah sejarah baru iman di kampung ini.

“Inilah tempat perjumpaan kita dengan Tuhan. Jadi setelah kita menyelesaikan Bait Allah, kita harus datang di rumah kediaman-Nya. Dia dengan mata terbuka melihat kita yang datang dan menjawab semua pergumulan kita. Sebab lebih satu hari berada di pelataran rumah Tuhan, daripada seribu hari di tempat lain,” kata Hiskia.

Anda dapat membaca berbagai berita-berita teraktual kami di platform Google News.

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest