ScoopBawaslu Klaim Kampung Anti Politik Uang Tumbuhkan Demokasi Sehat

Bawaslu Klaim Kampung Anti Politik Uang Tumbuhkan Demokasi Sehat

Must read

Jakarta, Mambruks.com-Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi mengeklaim pembentukan kampung anti-politik uang oleh lembaganya diharapkan dapat memperkokoh komitmen masyarakat untuk mewujudkan demokrasi yang bersih dan bermartabat.

Salah satu contoh kampung anti-politik uang itu adalah Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

“Dengan terbentuknya kampung anti-politik uang, diharapkan muncul kampung-kampung dengan karakter masyarakat yang memiliki kesadaran politik yang tinggi,” ujar Puadi dalam keterangannya, Selasa (27/12).

Menurut Puadi, praktik politik uang bukan hanya menjadi musuh besar bagi pelaksanaan demokrasi yang baik. Dia bilang, politik uang merupakan musuh besar bagi pembangunan di suatu negara.

Baca Juga: Bawaslu Papua Gelar Raker Terakhir Tahapan Pilkada 2024 Bersama 29 Kabupaten/Kota

Puadi menegaskan, Bawaslu secara konsisten meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya politik uang.

“Bawaslu berusaha menyentuh ruang hati masyarakat untuk menolak politik uang, setidaknya untuk diri sendiri dan keluarga,” ucap Puadi.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut biaya politik di Indonesia sangat mahal. Berdasarkan survei KPK, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp20-30 miliar. Sedangkan, untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar

“KPK sangat menyadari biaya politik di negeri ini mahal, menjadi anggota DPR, DPRD, kepala daerah tidak ada yang gratis. Kami telah melakukan survei, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar,” kata Alex di Jakarta, Kamis akhir Juni 2022 lalu.

Baca Juga: Dilaporkan Wanita Emas Soal Dugaan Pelecehan Seksual, Ketua KPU Angkat Bicara

Menurut Alex, biaya politik di Indonesia sangat mahal sehingga dalam proses pemilihan pun para calon seperti diwajibkan memiliki modal. Ia mengatakan, tidak ada calon yang gratis melenggang maju dalam pilkada.

Baca Juga  Olivia Newton-John: Meninggal Dunia di Usia 73, Selama 30 Tahun Idap Kanker

Alex menjelaskan, ongkos pencalonan tersebut didapat dari berbagai sponsor lantaran partai politik membolehkan berbagai perusahaan menyumbang. Namun, kata Alex, hal itu menjadikan beban politik di masa depan ketika sang calon terpilih.

Misalnya, sebut dia, perusahaan kontraktor menyumbang sang calon maju dalam pilkada. Ketika sang calon tersebut terpilih maka akan ditagih “jatah proyek” di pemerintahannya.

“Kalau calon yang dijagokan menang, perusahaan penyumbang tersebut ikut tender dalam proyek kebijakannya dan pasti akan diloloskan. Yang seperti ini akan runyam karena sudah dipesan di awal, bahkan mulai dari perencanaan proyeknya, kegiatannya, lelangnya, dan harga yang terbentuk juga pasti tidak bener,” tandas Alex.

Anda dapat membaca berbagai berita-berita teraktual kami di platform Google News.

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest