Jayapura, Mambruks.com-Petisi Rakyat Papua (PRP) menyerukan agar Pemerintah mencabut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua. Dalam pernyataan sikap, PRP mendesak pemerintah untuk menghentikan pemekaran Papua dan memberi ruang bagi masyarakat untuk melakukan referendum.
Koordiantor PRP Melvin Walela menyebut, dampak pemekaran melalui Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua justru menjadi lahan baru bagi militer Indonesia, untuk menjaga kepentingan eksploitasi sumber daya alam. Menurut dia, hal itu terbukti pascadisahkan kebijakan otsus jilid II yang tidak demokratis, dipaksakan pembangunan kepolisian resor (polres) di Dogiyai meskipun beberapa kali ditolak masyarakat.
“Pembangunan Brimob di Yahukimo, dan beberapa wilayah lainnya. Pemekaran membuka lahan bisnis menengah untuk pemodal besar, bisnis minuman keras, judi dan prostitusi serta sembako,” ujar Melvin dalam keterangan pers yang diterima, Minggu (5/6).
Melvin menjelaskan, UU Otsus Jilid II ini disahkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengundang sembilan bupati yang berasal dari wilayah Pegunungan Tengah Papua. Pertemuan yang digelar pada Jumat 14 Maret 2022 itu, mengagendakan persiapan pemekaran provinsi di wilayah Papua khususnya Pegunungan Tengah. Pembahasan tersebut didasarkan pasal 76 ayat 3 UU 2 tahun 2021 tentang Otsus Papua.
Baca Juga: Aksi Demo Tolak DOB Papua Diikuti Ribuan Massa, Berlangsung di 29 Kabupaten
Adapun tuntutan pemekaran Ppovinsi, sebelumnya disampaikan oleh beberapa elit politik di Papua dengan berlandaskanan pada sejumlah hal yakni, Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua Barat No. 125/72/3/2020 tentang pemekaran Provinsi Papua Barat Daya; Deklarasi empat bupati (Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digul).
Kemudian, deklarasi di Timika pada tanggal 4 Februari 2021 meliputi Kabupaten Timika, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Nabire dan Puncak; dan Permintaan ketua Asosiasi Pegunungan tengah Papua, Befa Yigibalom kepada presiden Jokowi di Jakarta.
Menurut Melvin, keputusan sepihak Kemendagri bersama elit-elit politik praktis di Papua menimbulkan protes masyarakat, kemudian melakukan aksi demonstrasi damai sejak Maret -Mei 2022. 26 wilayah menyatakan untuk menolak pemekaran wilayah dan Otonomi Khusus, yaitu: Jayapura, Wamena, Lanny Jaya, Nabire, Dogiyai, Paniai, Timika, Fak-fak, Kaimana, Sorong, Manokwari, Yahukimo, Biak, Serui, Merauke, Makassar, Maluku, Manado, Bali, Surabaya, Malang, Jember, Yogyakarta, Semarang, Jakarta, dan Bandung.
“Beberapa wilayah mengalami represif dan intimidasi TNI/Polri dalam melakukan aksi demonstrasi damai. Hal ini menunjukan penjajahan Indonesia di Papua dengan watak militer,” ungkap dia.
Baca Juga:Â Elon Musk, Nikel dan Papua
Melvin menambahkan, sejumlah elit dan pejabat politik praktik Papua menggunakan panggung politik untuk mencari perhatian Jakarta, agar mendapat bagian dalam pembagian kekuasaan setelah pemekaran. Hal ini tidak terlepas dari keinginan untuk menguasai sumber daya alam di Papua.
“Luas area Papua secara keseluruhan adalah 45,941,167 Ha, dengan kekayaan permukaan bumi dan dalam bumi melimpah. Pemerintah Provinsi Papua dinas pertambangan dan energi merilis peta potensi minyak dan gas, tampak hampir seluruh wilayah Papua dipenuhi dengan sumber daya minyak dan gas,” pungkas Melvin.