Opini Oleh : Ferdy Hasiman
Pemerintah dan DPR-RI tengah mematangkan rencana pembentukan Daerah Otonom Baru Provinsi, yaitu Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah, Papua Tengah, Papua Utara dan Papua Barat Daya. Banyak kontroversi dibalik pemekaran ini. Mayoritas orang-orang kritis dan di Papua sendiri terjadi penolakan, karena tidak bermanfaat untuk masyarakat Papua, tetapi hanya untuk kepentingan elit-elit Papua dan Jakarta. Sementara, bagi pemerintah dan DPR, pemekaran Papua penting untuk menyelamatkan Papua dari kemiskinan, kelaparan, pengangguran dan ketidakberdayaan. Padahal, bukan tidak mungkin di balik agenda ini muncul dugaan politik pembelahan Papua agar lebih mudah dikontrol. Bukan barang baru, karena Jakarta tidak ingin agar Papua terlalu ‘liar’ dengan agenda separatism. Meskipun itu alasan yang tak masuk akal.
Saya ingin mengabaikan alasan-alasan di atas dalam tulisan ini dan ingin fokus ke pemekaran provinsi Papua Tengah. Melihat komposisi kabupaten yang ada di Papua Tengah sangat menarik. Di sana ada kabupaten Mimika, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, dan Kabuapten Puncak. Di antara kabupaten ini, dua kabupaten menurut saya adalah portfolio yang mengundang gairah elit Jakarta, mancanegara dan elit lokal untuk bermain. Dua kabupaten itu adalah, kabupaten Mimika dan Intan Jaya.
Di Mimika kita mengetahui bersama ada tambang emas dan tembaga milik Freeport McmoRRan, yaitu PT Freeport Indonesia dan di Intan Jaya ada tambang emas blok Wabu yang sekarang menjadi tak bertuan ketika lahan blok kaya emas itu dikembalikan ke negara oleh Freeport Indonesia. Blok Wabu adalah blok kaya emas.
Berdasarkan data MIND ID, tambang emas blok Wabu mengandung 2,16 ons per ton emas, padahal, tambang Grasberg milik Freeport Indonesia hanya mengandung 0,8 ons emas per ton. Sementara, potensi Blok Wabu jika diuangkan mencapai Rp 300 triliun pendapatan. Itu artinya, tambang emas Blok Wabu adalah salah satu tambang emas menjanjikan selain Grasberg milik Freeport Indonesia. Kita semua paham bahwa tambang Grasberg milik Freeport Indonesia mampu memproduksi 160.000-200.000 matrik ton tembaga per hari dengan rata-rata laba setiap tahun di atas 3 miliar dolar.
Dua tambang potensial yang terletak di Papua Tengah ini tentu membuat provinsi ini menjadi menarik dan rebutan elit Jakarta, mancanegara dan elit-elit Papua. Kita paham bahwa yang menikmati untuk di tambang Freeport Indonesia, Papua itu hanya sekelompok elit Jakarta, elit Papua dan tentu Freeport McmoRRan sebagai pemegang saham. Di Freeport Indonesia elit-elit ini mendapat bisnis dari Freeport Indonesia mulai dari jasa catering (Indocotter dan Pangan Sari), jasa pelabuahan (PT Kuala Pelabuhan/Indika Group), jasa pengangkutan tembaga dari Mimika ke Gresik, Jawa Timur (Meratus Line), bahan peledak (Ancora Resources) sampai distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti AKR Corporindo. Perusahaan-perusahaan mitra bisnis Freeport di atas adalah raksasa dan pemiliknya terafiliasi dengan kekuasan di negeri ini sejak Orde Baru sampai sekarang.
Sementara di Papua sendiri, Freeport hanya melayani elit-elit Papua. Caranya mudah saja, Freeport tinggal merekrut bos-bos kepala suku dari beberapa suku besar, Amungme dan Komoro untuk masuk menjadi pejabat di manajemen Freeport Indonesia. Semua orang paham dan tahu siapa mereka. Cara Freeport melayani elit pusat-daerah ini memang tak kelihatan. Ini adalah cara paling elegan, karena elit-elit inilah yang akan menangkis berbagai serang dari berbagai pihak. Cara seperti ini juga sangat efektif untuk menganamnkan kerajaan bisnis, karena semua dapat ya, perkara selesai.
Saya pesmis di Blok Wabu, Intan Jaya bernasib sama seperti Freeport Indonesia. Blok Wabu memang belum ditenderkan karena ekskalasi konflik di sana yang begitu tinggi. Rencana Tata Ruang dan Rencana Tata Wilayah (RTRW) juga belum mendapat persetujuan Bupati Intan Jaya, karena tambang itu tepat berada di bawah Intan Jaya. Artinya jika ditambang, semua penduduk harus diungsikan, demi menyelamatkan dana Rp 300 triliun dari Blok Wabu. Semua ini bisa saja terjadi ke depan, tergantung bagaimana pemerintah pusat memainkan peran untuk mengontrol siapa yang berkuasa di Papua tengah dan Intan Jaya beberapa tahun ke depan.
*Penulis Adalah Peneliti Bidang Energi, Investasi dan Ekonomi Politik pada PT. Alpha Research Database, Jakarta