JAKARTA-MAMBRUKS.COM Koalisi Kemanusiaan untuk Papua menilai pemerintah pusat di Jakarta tengah melakukan politik pecah belah di Papua. Hal tersebut menyusul adanya pertemuan Presiden Jokowi dengan sejumlah anggota MRP terkait rencana pembentukan Daerah Otonom Baru di Papua. Diketahui, kehadiran sejumlah anggota MRP yang mengaku mengatasnamakan rakyat Papua untuk mendukung revisi Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus) serta pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua tersebut diakui tidak mewakili Lembaga resmi MRP. Pasalnya MRP sendiri telah membantah dukungannya atas UU Otsus dan RUU DOB serta patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jakarta untuk kesekian kalinya melakukan pecah belah. Kami tidak mau terjebak apalagi memperuncing ketegangan internal anggota MRP karena itu yang diinginkan oleh pihak-pihak yang mengatur pertemuan itu,” kata Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), Anum Siregar kepada wartawan, Senin (23/5).
Dia meminta agar Presiden Jokowi hati-hati dalam mengambil sikap terkait pemekaran dan memastikan betul partisipasi orang asli Papua. Koalisi menilai pertemuan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada 20 Mei 2022 justru menyiratkan partisipasi yang jauh dari bermakna, bahkan cenderung manipulatif. “Kami menolak politik pecah belah elite-elite pusat atas Papua. Presiden justru jadi ingkar janji atas pertemuan sebelumnya, yaitu menghormati putusan MK,” tegasnya.
Koalisi kembali mendesak agar rencana DOB dikonsultasikan dengan orang asli Papua, dan MRP sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua. Menurut Koalisi, konsultasi bermakna harus memenuhi enam syarat. Pertama, dimulai sejak dini pada tahap perencanaan dan persiapan proyek dan dilaksanakan secara berkesinambungan dalam seluruh siklus proyek. Kedua, mengungkap informasi relevan dan memadai tepat pada waktunya yang dipahami dan mudah dijangkau penduduk yang terkena dampak. Ketiga, dilaksanakan dalam suasana bebas intimidasi atau pemaksaan. Keempat, bersifat inklusif dan peka gender, dan sesuai kelompok-kelompok yang rentan. Kelima, memungkinkan dimasukkannya semua sikap penduduk yang terdampak dan pemangku kepentingan lainnya dalam perancangan proyek, langkah mitigasi, pembagian hasil dan peluang pembangunan, serta masalah di tingkat pelaksanaan. Sementara itu, Kepala Biro Papua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Ronald Tapilatu juga mempertanyakan pertemuan tersebut. Dia menyarankan agar Presiden sebaiknya bersikap bijak dalam mempertimbangkan dualisme tolak terima kebijakan DOB Papua.