Jakarta, Mambruks.com-Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) asal Papua, Natalius Pigai meminta masyarakat Wamena, Papua melaporkan dugaan kekerasan aparat dalam peristiwa kerusuhan di di Sinakma, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Pegunungan Bintang ke Komnas HAM. Menurutnya, tewasnya 12 warga sipil merupakan sebuah pelanggaran HAM berat.
“Saya minta rakyat tidak usah buat laporan ke Kepolisian karena bukan pidana biasa. Harus Lapor ke Komnas HAM RI untuk penyelidikan HAM berat,” ujar Natalius Pigai di akun Twitternya, seperti dikutip pada Selasa (28/2).
Natalius memastikan bahwa oknum TNI juga terlibat dalam kasus tersebut. Hal itu berdasarkan video yang memperlihatkan adanya anggota TNI menembakan senjata api ke arah warga. Dia pun menilai tragedi Wamena merupakan sebuah kejahatan aktor negara
“Tragedi Wamena 23 Februari 2023. Kejahatan negara adalah kejahatan kemanusiaan pelanggaran HAM berat,” katanya.
“Saya tegas katakan TNI juga ikut terlihat jika dilihat dari video,” imbuhnya menegaskan.
Baca Juga: Bila Terlibat Kerusuhan Wamena, Pangdam Cenderawasih Bakal Tindak Tegas Prajurit TNI
Di sisi lain, Natalius juga mendukung Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa yang berjanji akan mengusut keterlibatan anak buahnya.
Kendati menepis tidak ada prajurit yang terlibat dalam kerusuhan di Sinakma, Muhammad sebelumnya mengatakan, bila ada anggota TNI yang terlibat di Sinakma akan diproses sesuai dengan hukum.
“Harus (diusut). HAM berat,” lanjut eks komisioner Komnas HAM RI ini.
Dugaan Keterlibatan Prajurit TNI
Media Vice melaporkan keterlibatan aparat keamanan dalam tragedi Sinakma, Distrik Wamena.
Dalam laporannya, Vice menulis pembantaian dimulai setelah tindakan yang tampaknya paling jinak: seorang gadis berusia enam tahun mencoba membeli sebotol minyak zaitun.
Pada 23 Februari, gadis asli Papua, yang tinggal di dataran tinggi Wamena di Papua, provinsi yang bergolak di Indonesia, dilaporkan hampir diculik ketika dua penjual bahan makanan keliling mendesaknya untuk masuk ke mobil mereka ketika dia mencoba membeli minyak.
Baca Juga: Kapolda Papua Klaim Kantongi Identias Pelaku Penyerangan Warga di Wamena
Dia menolak dan lari berteriak untuk keluarganya. Begitu kerabatnya mendengar apa yang terjadi, mereka naik sepeda motor dan mengejar kedua pria itu.
Ketika mereka mencapai mereka, konfrontasi terjadi dan kerumunan besar berkumpul. Penculik yang dituduh adalah pendatang dari tempat lain di Indonesia, sedangkan massa kebanyakan adalah penduduk asli Papua.
Lebih dari selusin polisi muncul, beberapa membawa senapan serbu.
Pihak berwenang meminta gadis itu untuk menceritakan apa yang terjadi saat dia berdiri tanpa alas kaki di tanah, gelisah dan tampak ketakutan di bawah tatapan penuh harap dari massa.
Polisi berusaha meredakan situasi dengan memberi tahu massa bahwa tidak ada ancaman penculikan, tetapi kelompok itu menjadi semakin gelisah.
“Semua orang di sana berada dalam keadaan traumatis dan ketakutan,” kata Theo Hesegem, direktur kelompok hak asasi lokal Yayasan Keadilan dan Integritas Manusia Papua, yang juga menyaksikan peristiwa hari itu, kepada VICE World News. “Situasi semakin sulit dikendalikan.”
Dalam video yang ditonton oleh VICE World News, bisik-bisik massa berkembang menjadi teriakan kolektif sebelum seorang pria Papua menerjang salah satu terduga penculik. Massa bergerak maju, dan segera setelah itu, penduduk setempat mulai melempari batu dan membakar rumah para penculik dan toko-toko yang diduga milik orang Indonesia non-Papua.
Menanggapi kekerasan tersebut, saksi mata mengatakan pasukan keamanan Indonesia menyemprotkan gas air mata ke arah para perusuh sementara rekaman menunjukkan asap dari gedung-gedung yang terbakar menggelapkan langit.
Namun reaksi polisi hanya memicu kemarahan lebih lanjut. Huru-hara kemudian beralih ke suara tembakan langsung yang menembus kerumunan. Mayat mulai berjatuhan.
Di akhir insiden, dua tersangka penculik ditikam hingga tewas dan 10 warga asli Papua tewas, tubuh mereka dihujani peluru aparat keamanan. 20 warga Wamena lainnya terluka dalam serangan itu.
“Saya menduga ini adalah penembakan yang ditargetkan karena mereka mengenai area vital,” kata Hesegem. Korps Brimob Indonesia—pasukan paramiliter polisi yang dikenal sebagai Brimob—mulai menembak “terus menerus,” tambahnya.