Sudah 56 tahun Papua berada di pangkuan NKRI, tapi mengapa tanah yang paling kaya justru masih jadi wilayah termiskin di Indonesia? Di balik gunung-gunung emas dan tambang raksasa yang mengalirkan triliunan rupiah ke pusat, rakyat Papua masih berkutat dengan harga bahan pokok mahal, akses jalan minim, dan lapangan kerja terbatas.
Ironi ini makin terasa saat kita menengok 52 tahun perjalanan PT Freeport Indonesia yang terus menggali emas dan tembaga di tanah Papua. Freeport jadi raksasa tambang yang mengisi kas negara, tapi kesejahteraan orang Papua justru tak ikut mengalir deras seperti emas di Grasberg. Pertanyaannya: siapa sebenarnya yang benar-benar menikmati hasil bumi Papua?
Lebih miris lagi, selama lebih dari setengah abad beroperasi, tak pernah ada satu pun Putra Asli Papua yang dipercaya duduk sebagai Presiden Direktur Freeport Indonesia. Padahal, anak-anak Papua banyak yang tumbuh, belajar, dan bekerja di lingkungan Freeport — mereka tahu betul denyut kehidupan tambang itu dari dalam.
Kini muncul sosok Frans Pigome, Putra Asli Papua yang lahir, besar, dan berkarier di tanah Freeport. Namanya kini mencuri perhatian publik karena dianggap figur paling layak memimpin Freeport Indonesia. Ia bukan hanya simbol kebanggaan Papua, tapi juga representasi keadilan dan kemampuan nyata anak bangsa dari Timur.
Banyak kalangan menilai, jika Frans Pigome diberi kepercayaan memimpin, ini akan menjadi momen bersejarah — tonggak baru menuju kemandirian dan kebangkitan Papua! Setelah puluhan tahun hanya jadi penonton di tanah sendiri, inilah saatnya Putra Papua berdiri di garis depan: “From the land of gold, now the son of the land leads!”
