Papua kembali bergetar! Kali ini bukan karena letusan tambang atau guncangan politik, tapi karena suara lantang seorang tokoh muda Lapago — Semmy Kogoya, S.Ak, yang menohok jantung manajemen PT Freeport Indonesia.
Dalam pernyataan kerasnya, Semmy Kogoya menyebut bahwa Freeport kini sedang sakit parah. Di balik kemegahan perusahaan tambang raksasa itu, tersembunyi tumpukan masalah kesejahteraan dan keamanan pekerja. Tragedi terbaru, tewasnya 7 pekerja yang tertimbun di terowongan tambang, menjadi bukti nyata bahwa ada krisis kepemimpinan di tubuh Freeport.
“Ini bukan sekadar kecelakaan kerja, tapi tanda bahwa sistem di dalam Freeport sudah gagal melindungi nyawa dan martabat para pekerjanya,” tegas Semmy, mantan Sekretaris KNPI Provinsi Papua.
Ia menilai, saatnya Freeport melakukan reformasi total, terutama dalam hal kepemimpinan. Menurutnya, semua korban dan kekacauan ini adalah hasil dari kepemimpinan yang abai terhadap nasib pekerja dan masyarakat Papua.
Dan di tengah situasi genting ini, Semmy Kogoya menyebut satu nama yang diyakininya mampu menyelamatkan keadaan: Frans Pigome — Putra Asli Papua yang sudah puluhan tahun mengabdi di Freeport, dikenal bersih, berintegritas, dan berpihak pada rakyat.
“Frans Pigome bukan orang luar, bukan orang yang hanya datang untuk mencari untung. Ia lahir, besar, dan berjuang bersama tanah ini. Dialah wajah baru yang layak memimpin Freeport,” ujar Semmy tegas.
Sudah 56 tahun Freeport menggali emas dari tanah Papua, tapi belum sekalipun seorang Putra Asli Papua dipercaya duduk di kursi Presiden Direktur. Kini, momentum itu datang — kesempatan emas untuk membalik sejarah dan membuktikan bahwa Papua bukan sekadar penonton, tapi pemilik tanah dan masa depan.
Papua bersuara. Dunia mendengar.
Apakah Jakarta berani menjawab panggilan perubahan ini?





