Kelompok musik Starbox berkolaborasi dengan Act Now! untuk merilis lagu bertajuk Lukautim Graun, yang bertujuan menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap tanah adat di Papua Nugini. Manajer Starbox, Willie Sarenga, mengungkapkan kebanggaannya dapat bekerja sama dengan Act Now! dalam proyek musik ini. Menurutnya, musik memiliki kekuatan besar dalam menciptakan perubahan sosial yang positif.
“Musik memiliki kekuatan untuk menciptakan pemahaman dan kesadaran yang lebih baik di masyarakat. Semoga [lagu ini] dapat membawa perubahan positif bagi komunitas kami [komunitas adat Papua Nugini],” ujar Willie Sarenga dalam pernyataannya yang dikutip dari Insidepng.com, Minggu (16/3/2025).
Faktanya, sekitar 97 persen wilayah Papua Nugini masih berada di bawah penguasaan tanah adat. Bahkan, sekitar 85 persen penduduknya sangat bergantung pada tanah adat untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Act Now! sebagai kelompok advokasi yang terlibat dalam proyek ini menyatakan bahwa tanah adat merupakan aset nasional paling berharga di Papua Nugini. Karena itu, mereka berharap pengelolaan tanah adat dapat dilakukan secara berkelanjutan, dinamis, dan inklusif sebagai sumber penghidupan masyarakat.
Namun, Act Now! secara tegas menentang kebijakan pendaftaran kepemilikan tanah di Papua Nugini. Menurut mereka, konsep perlindungan tanah adat ini bertolak belakang dengan pandangan pihak asing, seperti pemerintah asing, perusahaan besar, serta lembaga keuangan yang hanya menganggap tanah sebagai komoditas perdagangan.
Kelompok advokasi ini menilai bahwa model kepemilikan tanah ala kapitalisme didominasi oleh hukum nasional. Jika terjadi konflik, penyelesaiannya harus melalui pengadilan. Hal ini jelas berbeda dengan prinsip kepemilikan tanah adat di Papua Nugini, yang lebih mengutamakan nilai-nilai budaya dan keberlanjutan.
Willie Sarenga mengungkapkan bahwa lagu Lukautim Graun, yang dapat diakses melalui kanal YouTube, terinspirasi dari berbagai persoalan terkait tanah adat di Papua Nugini. Ia berharap bisa terus bekerja sama dengan pihak-pihak lain dalam upaya mempromosikan perlindungan tanah adat di negaranya.
“Saat ini, Papua Nugini sudah berusia 50 tahun. Inilah saat yang tepat bagi kita [warga Papua Nugini] untuk merenungkan banyak hal, termasuk aset nasional terpenting kita, yaitu tanah adat,” tegas Sarenga.